Top Blogs

Selasa, 23 September 2008

Cerita pedagang gorengan dan konversi elpiji

oleh : Rudi ariffianto & Diena Lestari

"Awalnya ya takut nyalain kompornya. Takut meledak, tetapi lama-lama ya biasa saja. Ternyata pakai elpiji lebih gampang dan irit."

Komentar sederhana muncul dari Gunayah, salah satu pedagang gorengan di satu sudut kota Malang, Jawa Timur.

Perempuan tengah baya itu sebelumnya tidak pernah mengenal kompor berbahan bakar elpiji ukuran 3 kg.

Dia selama puluhan tahun hanya mengenal kompor berbahan bakar minyak tanah sebagai alat penunjang dagangannya.

Setiap hari perempuan itu memang membutuhkan 4 liter minyak tanah untuk bahan bakar kompornya. Harga minyak tanah di Jawa Timur mencapai Rp3.500 per liter. Artinya, dia harus mengeluarkan uang setiap hari untuk minyak tanah sebesar Rp14.000.

Sejak pemerintah melun-curkan program konversi minyak tanah ke elpiji Mei 2006, figur pedagang seperti Gunayah yang menjadi sasaran pemerintah dan Pertamina untuk mempermulus program konversi itu. "Yah, pakai elpiji ternyata lebih hemat dibandingkan menggunakan minyak tanah," ujar perempuan usia 40-an itu sambil tersenyum.

Wajar pedagang kecil itu mengemukakan penggunaan elpiji lebih hemat. Bayangkan, dia hanya membutuhkan satu tabung elpiji ukuran 3 kg denga harga Rp13.500 untuk menggoreng dagangannya selama empat hari. Di sisi lain, Gunayah harus mengeluarkan Rp56.000 apabila dirinya menggunakan minyak tanah.

Secara teknis program konversi dari minyak tanah ke elpiji untuk masyarakat menengah ke bawah ini tidak terlalu menjadi masalah.

Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana masyarakat yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga dan pemilik usaha kecil ini memiliki keberanian untuk mencoba menggunakan elpiji.

Selain itu, kebiasaan menggunakan minyak tanah yang seakan sudah menjadi tradisi menahun, yang diharapkan sedikit demi sedikit bisa digeser menjadi kebiasaan menggunakan elpiji.

Namun, itu tidak mudah. Apalagi bahan bakar minyak tanah masih tersedia di pasar, belum ditarik 100% oleh pemerintah.

Terlepas dari semua itu, program konversi tetap harus dilihat sisi positifnya dan sudah pasti menjadi bagian dari proses sosialisasi yang harus terus menerus dilakukan Pertamina.

Hingga akhir tahun,program konversi diharapkan bisa menyerap 12,5 juta KK dan diharapkan menjadi 18 juta pada 2009 sejak program konversi itu diluncurkan.

Dari total 18 juta KK itu, sebanyak 17 juta merupakan program konversi untuk rumah tangga dan sisanya dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Volume minyak tanah yang ditarik 2008
Hingga Agustus 1,1 juta kl
Hingga akhir tahun 2,1 juta kl
Realisasi konversi elpiji PSO terhadap KK
Hingga 27 Agustus 7,3 juta kk
Target akhir tahun 12,5 juta kk
Target 2009 18 juta kk
Ket: kl=kiloliter, kk= kepala keluarga
Sumber: Pertamina

Pengamanan

Harus diakui, program konversi elpiji ke minyak tanah juga tidak luput dari ulah spekulan untuk mempermainkan komoditas bersubsidi itu dan meraih keuntungan.

Apabila ada elpiji 3 kg bersubsidi dengan harga Rp13.500 per tabung ditemukan di pasar dengan harga Rp14.000-Rp15.000 bisa dikatakan masih wajar.

Menurut VP Komunikasi Pertamina Wisnuntoro, kenaikan harga elpiji 3 kg saat ini masih wajar karena adanya tambahan biaya transportasi dari stasiun pengisian Pertamina dengan SPBU atau agen.

Dia menjanjikan BUMN migas akan memberikan sanksi yang tegas kepada SPBU apabila harga komoditas itu mengalami kenaikan tidak wajar.

Di berbagai daerah belakangan ini muncul berbagai tindak penyimpangan pendistribusian elpiji 3 kg. Penyimpangan itu a.l. penjualan elpiji 3 kg dengan harga di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan Pertamina.

Berdasarkan pantauan Bisnis, di sekitar DKI Jakarta harga elpiji 3 kg sudah menembus Rp17.000 per tabung dari harga normal yang harnya berkisar Rp15.000 per tabung. Temuan penyimpangan lain adalah adanya pungutan dari aparat kelurahan dengan alasan biaya operasional yang besarnya antara Rp5.000 dan Rp10.000 per kepala.

Padahal, paket tabung dan kompor tersebut dibagikan secara cuma-cuma untuk masyarakat kurang mampu yang sebelumnya mengonsumsi minyak tanah untuk keperluan rumah tangga.

Paket tabung dan kompor juga dijual kepada pihak ketiga, yang di antaranya merupakan pangkalan elpiji.

"Kami mulai awal September menurunkan tim untuk verifikasi [pelaksanaan program konversi elpiji 3kg]," tutur Dirjen Minyak dan Gas Bumi Evita Herawati Legowo kepada Bisnis ketika ditanya langkah yang akan dilakukan pemerintah.

Terlepas dari adanya praktik di lapangan yang menyimpang, program konversi minyak tanah ke elpiji itu ditujukan bagi masyarakat bawah harus benar-benar sampai pada sasarannya.

Tentunya menjadi kewajiban pemerintah untuk tetap menjaga dan mengamankan program itu sehingga program itu mengena sesuai dengan tujuannya, yakni pemberian subsidi BBM hanya untuk masyarakat bawah!. (rudi.ariffianto@bisnis.co.id/diena.lestari@bisnis.co.id)

http://web.bisnis.com/artikel/2id1536.html

0 comments:

HOT INFO :
Ads By Google